Selasa, 06 Januari 2015

PBHI : Pengusiran Pasien RSUDAM, Bukti Petugas seperti Robot



PBHI: Pengusiran Pasien RSUDAM, Bukti Petugas seperti Robot
Senin, 5 Januari 2015 19:04 WIB
PBHI: Pengusiran Pasien RSUDAM, Bukti Petugas seperti Robot
TRIBUN LAMPUNG/BENY YULIANTO
Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSUAM) dijaga ketat polisi 
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - RSUDAM jangan diskriminatif terhadap pasien tidak mampu. Pengusiran pasien menggambarkan, bahwa petugas RSUDAM seperti robot atau  mesin, dan tidak layak disebut manusia yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia.
Staf Advokasi Bidang Ekosob PBHI Lampung Oddy Marsa JP, SH beranggapan Petugas Rumah Sakit itu memiliki dua kewajiban, pertama kewajiban asasi sesama manusia dan kedua kewajiban selaku pelaksana tanggung jawab negara.
"Semua kewajiban itu dilanggar, dan yang paling menyedihkan mereka tidak layak disebut manusia. Mereka itu layaknya disebut robot," katany, lewat rilis yang diterima Tribun Lampung.co.id.
Dia menjelaskan, bahwa sesama manusia itu harus saling menghormati dan tidak boleh membedakan status sosial seseorang dengan memilah apakah dia dari kalangan kaya ataupun miskin. Dan kewajiban negara yaitu dengan cara menghormati, melindungi dan memastikan pemenuhan hak warga negara dalam hal ini hak kesehatan.
Hal itu, menurutnya merupakan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang telah diatur dalam dasar negara Pancasila, UUD 1945, UU Hak Asasi Manusia, Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Kesehatan adalah aspek penting dari hak asasi manusia, sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10  November 1948, yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya.
Negara sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 28 H ayat (1) menyatakan, "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan".
Penjelasan itu mengandung makna bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi dan menjamin Hak-Hak Warga Negaranya terpenuhi sesuai dengan  apa yang telah diamanatkan, sehingga tidak ada lagi penelantaran-penelantaran terhadap hak-hak warga Negara.
 Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menjamin terlaksananya amanat Undang-undang tersebut, membentuk Lembaga Tekhnis (Rumah Sakit) sebagai institusi pelaksana pelayanan kesehatan yang memiliki hak dan kewajiban melakukan pelayanan kesehatan terhadap warga negara. Hak dan kewajiban tersebut berkaitan erat dengan Warga Negara (Pasien) sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit sebagai pelayanan kesehatan secara teknis berkewajiban untuk bertanggung jawab terhadap pasien, sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit, yang berisi tentang kewajiban Rumah Sakit memberikan  pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit dan menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu
Selain itu, Konvensi International tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang ditetapkan PBB pada tahun 1966 juga mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai dalam kesehatan fisik dan mentalnya.
Dengan adanya penelantaran dan pengusiran  pasien RSUD Abdul Muluk, atas nama Winda Sari yang disinyalir karena tidak memiliki biaya dan identitas, tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. merujuk kepada Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia1945.
"Nah Hak Asasi Manusia itu ada standar hukumnya, jika tidak sanggup melayani rakyat. Ya berhenti saja jadi PNS," tegasnya.
Dia juga menjelaskan, Warga Negara juga memiliki kewajiban asasi terhadap warga negara lainnya dengan cara membayar pajak kepada negara, tetapi kewajiban itu semata-mata untuk memenuhi hak asasi warga negara bukan kepada negara.
"Bila cara pelayanan negara kepada warga negara masih seperti ini, kami khawatir wajib pajak akan malas untuk bayar pajak. Mereka akan berpikir, bayar pajak akan menjadi sia-sia. Ini dapat mengakibatkan, ketidakpatuhan sipil kepada negara," terangnya.
Berdasarkan pengamatannya melalui media, Oddy menyayangkan pernyataan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Heri Djoko Subandrio yang menyebut Winda Sari (25), pasien miskin yang diduga diusir perawat ruang Anyelir, menderita gangguan jiwa, tetapi belum dikonsultasikan ke dokter jiwa.
"Nah itu kan ngawur namanya, tanpa diagnosa seorang pimpinan rumah sakit berani mengeluarkan pernyataan tanpa dasar pemeriksaan. Gimana tidak banyak malpraktik, sekelas DIRUT aja bisa asal ngomong kondisi pasien," ungkap Pengacara Publik ini.
Menurutnya, pihak rumah sakit harus mempertanggungjawabkan perbuatannya maupun pernyataan yang telah secara resmi dikeluarkan sebelum dan pada saat jumpa pers dengan awak media di RSUDAM Lampung, Bandar Lampung, Senin, 5 Januari 2015.
Untuk itu, kami mendesak pemerintah Indonesia atau Pemerintah Daerah Lampung untuk segera menyelamatkan nyawa Winda Sari (25), pasien miskin korban tanpa perlakuan diskriminasi. Selain itu, juga melakukan evaluasi mendasar berkaitan dengan pelayanan rumah sakit yang berbasis pada pemenuhan Hak Asasi Manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia - PBHI Wilayah Lampung (Indonesian Legal Aid and Human Rights Association Lampung’s Region) adalah sebuah organisasi nirlaba yang berbasis anggota dan yang didedikasikan untuk meningkatkan dan membela hak asasi manusia tanpa pembedaan apapun ras, etnis, bahasa, agama, warna kulit, jenis kelamin dan orientasi seksual, status sosial dan kelas, profesi, atau bahkan orientasi politik dan ideologi. PBHI didirikan di Jakarta pada November 1996 melalui kongres yang melibatkan 54 anggota pendiri dari berbagai latar belakang dan profesi yang memiliki minat dalam hak asasi manusia bagi semua. PBHI terdaftar sebagai organisasi massa, yang berbasis di Jakarta dan sudah memiliki lebih dari 1000 anggota yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jogjakarta, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Dan untuk PBHI Wilayah Lampung sendiri didirikan di Bandar Lampung, pada bulan September 2006. Saat ini PBHI Wilayah Lampung dipimpin oleh Ridho Feriza, untuk Masa Bhakti 2014-2017 (CP 081369161609)