Jumat, 08 Juli 2011

Mari Menakar Temperatur Hak Asasi Manusia Sekolah Kita

Diadaptasi dari D. Shiman & K. Rudelius-Palmer, Ekonomi dan Keadilan Sosial: Sebuah Perspektif Hak Asasi Manusia (Minneapolis: Human Rights Resource Center, University of Minnesota, 1999)

PENDAHULUAN 

Pertanyaan-pertanyaan dalam survei ini diadaptasi dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal DUHAM yang relevan disertakan dalam setiap pernyataan. Beberapa isu-isu lebih berhubungan secara langsung dengan DUHAM daripada yang lainnya. Semua pertanyaan-pertanyaan ini terkait dengan hak dasar manusia untuk pendidikan yang ditemukan dalam Pasal 26 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Ditegaskan: 

Setiap orang mempunyai hak untuk pendidikan ... Pendidikan harus ditujukan ke arah 
pengembangan kepribadian manusia dan memperkuat rasa hormat kepada
hak asasi manusia dan kebebasan asasi. 

Bila diskriminasi disebutkan dalam kuesioner di bawah ini, itu mengacu pada berbagai 
kondisi: usia, budaya, cacat, persahabatan, asosiasi, pilihan gaya hidup, hidup 
ruang, ras, etnis/budaya, kebangsaan, fisik/kapasitas intelektual, penampilan fisik, 
jenis kelamin, kelas sosial/status keuangan, dan orientasi seksual. Ini daftar yang jauh lebih 
luas daripada yang ditemukan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, tapi lebih 
membantu dalam menilai temperatur hak asasi manusia dalam komunitas sekolah Anda. 

Hasilnya sebaiknya memberikan pengertian umum tentang iklim sekolah berdasarkan prinsip-prinsip yang ditemukan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Jelas lebih banyak pertanyaan yang diperlukan dan pertanyaan selanjutnya selama diskusi akan memperkaya penilaian atau evaluasi. 
Mudah-mudahan pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dapat membantu untuk mengidentifikasi bidang-bidang tertentu yang menjadi keprihatinan untuk ditangani. 

Bacalah secara seksama setiap pernyataan dan menilai seberapa akurat itu menggambarkan temperatur di sekolah atau komunitas Anda. Pasal-pasal dimaksud dalam kuesioner ini mengacu pasa bagian dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Skala:
1. Tidak Pernah
2. Jarang
3. Sering
4. Selalu 

Saya adalah:
1. Siswa
2. Guru
3. Kepala Sekolah
4. Administratur Sekolah

1. Sekolah saya adalah tempat yang aman dan nyaman bagi semua siswa. (Pasal 3 dan 5)

2. Semua siswa mendapat atau menerima informasi dan dorongan yang sama tentang akademik dan kesempatan atau peluang-peluang karir. (Pasal 2)

3. Seluruh anggota komunitas sekolah tidak mengalami praktik diskriminasi karena pilihan gaya hidup mereka, seperti cara berpakaian, bergaul dengan kalangan tertentu saja, atau kegiatan ekstra kurikuler. (Pasal 2 dan 16)

4. Sekolah menyediakan akses yang sama, sumber daya, kegiatan-kegiatan, dan jadwal akomodasi untuk semua individu (Pasal 2 dan 7)

5. Anggota komunitas sekolah saya akan menentang tindakan diskriminatif atau merendahkan, bersifat fisik/jasmani, atau meremehkan di sekolah. (Pasal 2, 3, 7, 28 & 29)

6. Ketika seseorang merendahkan atau melanggar hak-hak orang lain, si pelanggar dibantu untuk mempelajari bagaimana mengubah perilakunya. (Pasal 26)

7. Anggota komunitas sekolah saya membantu saya mempelajari keterampilan baru dan cara-cara bergaul dengan orang lain.

8. Ketika konflik muncul, kita mencoba untuk menyelesaikan mereka melalui non-kekerasan dan cara-cara kolaboratif atau bekerjasama. (Pasal 3 & 28)

9. Pelembagaan kebijakan dan prosedur dilaksanakan ketika keluhan pelecehan atau diskriminasi yang diajukan. (Pasal 3 & 7)

10. Dalam hal-hal yang berkaitan dengan disiplin (termasuk penskoran dan pengusiran), semua orang yakin akan adil, perlakuan tidak memihak dalam penentuan kepusan bersalah dan hukuman.(Pasal 6, 7, 8, 9 & 10)

11. Tidak ada seorang pun di sekolah mengalami perlakuan yang merendahkan atau hukuman. (Pasal 5)

12. Di komunitas sekolah kami, seseorang yang dituduh melakukan kesalahan, dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah. (Pasal 11)

13. Ruang pribadi saya (misalnya: ruang kerja, meja dan laci) dan harta benda dihormati. (Pasal 12 & 17)

14. Komunitas sekolah saya menyambut baik siswa, guru, administratur, dan staf dari berbagai latar belakang dan kebudayaan, termasuk orang-orang yang tidak lahir di propinsi saya dan bahkan Indonesia. (Pasal 2, 6, 13, 14 & 15)

15. Saya memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keyakinan dan cita-cita saya (politik, agama, budaya, atau lainnya) tanpa takut di diskriminasi. (Pasal 18 & 19)

16. Anggota komunitas sekolah saya dapat memproduksi dan menyebarkan publikasi tanpa takut sensor atau hukuman. (Pasal 19)

17. Keragaman suara/pendapat dan perspektif (misalnya etnis, gender, ideologi, ras) terwakili dalam kursus-kursus, buku, majelis, perpustakaan, dan kelas ekstrakurikuler. (Pasal 2, 18, 19 & 27)

18. Saya memiliki kesempatan untuk mengekspresikan budaya saya melalui musik, seni, tari, dan kata yang diucapkan. (Pasal 20, 21 & 23)

19. Anggota komunitas sekolah saya memiliki kesempatan untuk berpartisipasi (secara individu dan melalui asosiasi/organisasi) dalam proses pengambilan keputusan demokratis untuk mengembangkan kebijakan dan peraturan sekolah. (Pasal 20, 21 & 23)

20. Anggota komunitas sekolah saya mempunyai hak membentuk perkumpulan di sekolah untuk mengadvokasi hak-hak kami atau hak-hak orang lain. (Pasal 19, 20 & 23)

21. Anggota komunitas sekolah saya mendorong satu sama lain untuk belajar tentang masyarakat dan masalah-masalah global yang berkaitan dengan keadilan, ekologi, kemiskinan, dan perdamaian.(Pembukaan & Pasal 26 & 29)

22. Anggota komunitas sekolah saya mendorong satu sama lain untuk mengatur dan mengambil tindakan untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan global yang berkaitan dengan keadilan, ekologi, kemiskinan, dan perdamaian (Pembukaan & Pasal 20 & 29)

23. Anggota komunitas sekolah saya dapat mempunyai istirahat yang cukup atau waktu istirahat selama hari sekolah dan jam bekerja yang wajar dan di bawah kondisi kerja yang adil. (Pasal 23 & 24)

24. Karyawan di sekolah saya dibayar cukup untuk memiliki standar hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan (termasuk perumahan, makanan, pelayanan sosial yang diperlukan dan keamanan dari pengangguran, sakit, dan usia tua) diri mereka sendiri dan keluarga mereka. (Pasal 22 & 25)

25. Saya bertanggung jawab di sekolah saya untuk memastikan orang lain tidak membeda-bedakan (diskriminasi) dan bahwa mereka berperilaku sesusai dengan cara-cara untuk mempromosikan keamanan dan kesejahteraan sekolah saya. (Pasal 1 & 29)

Selasa, 21 Juni 2011

Polisi Siap Bidik Hakim Suap

Polisi tidak mau dinilai lambat dalam menyikapi dugaan suap Rp3,8 juta yang dituduhkan kepada Nursiah Sianipar, S.H., hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Tanjungkarang. Korps Bhayangkara mengaku tengah mendalami kasus tersebut.


’’Polisi melakukan apa yang dilakukannya. Nanti kita lihat secara normatif. Mengenai adanya penilaian bahwa polisi lambat dalam menyikapi informasi suap itu, sah-sah saja, karena pendapat orang itu bermacam-macam. Dan untuk menanggapinya bukan kapasitas saya,’’ ujar Dirreskrimum Polda Lampung AKBP Mahavira Zen kemarin .
Mantan Kapolres Payakumbuh ini menjelaskan, dalam dugaan kasus suap tersebut, kapasitas dirinya adalah sebagai penyidik dan akan bertindak seprofesional mungkin dalam penegakan hukum. ’’Nah terkait isu suap harus dibuktikan dahulu. Banyak proses suap itu. Hanya kita dengar ceritanya ada, sementara sulit untuk dibuktikan. Padahal proses hukum itu adalah fakta, bukan sekadar omongan,’’ tandasnya.
Diketahui, Komisi Yudisial (KY) menyesalkan respons korps Bhayangkara yang tidak bereaksi dalam perkara dugaan suap ini. Seharusnya, kepolisian jemput bola. Sebab, kasus ini masuk kategori delik pidana, bukan aduan. Jika hakim tersuap, maka polisi dapat langsung melakukan penyelidikan tanpa harus menunggu laporan.
’’Ini bukan delik aduan lo, bukan seperti perkara pencemaran nama baik. Tetapi yang terjadi, ini adalah dugaan korupsi suap yang dilakukan oknum hakim,’’ ujar Komisioner KY Taufiqurrahman, S.H. Sabtu (19/6).
PT Tantang KY
Wakil Panitera pada Pengadilan Tinggi (PT) Tanjungkarang Wakiyo, S.H. ’’menantang’’ KY untuk turun tangan terkait sejumlah perkara hakim yang diindikasikan nakal.
’’Kalau memang ketahuan ada laporan hakim yang nakal, maka seharusnya KY melakukan pemanggilan, kemudian ditindak dan pecat jika terbukti,’’ tutur Wakiyo saat menerima perwakilan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Lampung, BEM Fakultas Hukum Unila, dan BEM FH UBL di PT kemarin siang (20/6).
Ia pun menyayangkan sikap Komisi Yudisial, yang dianggapnya hanya bisa berkoar-koar di berbagai media tanpa adanya upaya pencegahan yang dilakukan guna menjaga nama baik para hakim. ’’KY itu jangan cuma bisa ngomong saja di media. Seperti halnya dengan mengatakan kalau ada 1.000 hakim di Indonesia ini nakal. Wah itu nggak bener menurut saya. Padahal untuk menjaga perilaku hakim adalah tugas KY,’’ ujarnya.
Sementara itu, Juendi Leksa dari PBHI regional Lampung mengatakan, kedatangannya ke PT untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kasus yang menyeret Nursiah Sianiar, yang diduga menerima suap dari keluarga terpidana senilai Rp3,8 juta. Pihaknya juga mempertanyakan kenapa PN dan PT Tanjungkarang tidak melakukan langkah-langkah hukum jika memang sesungguhnya Nursiah tidak menerima uang dari Irmawati, ibu Hengki, terdakwa perkara pencabulan yang divonis 3 tahun 1 bulan.
’’Kalau memang hakim Nursiah tidak terbukti bersalah, seharusnya PN atau hakim yang bersangkutan mengadukan Irmawati ke kepolisian. Tetapi kalau memang Nursiah bersalah, maka hakim itu juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya agar hal yang mencoreng lembaga peradilan itu tidak terulang di masa yang akan datang,’’ pungkas Juendi.
Menurutnya, dengan terkuaknya masalah ini maka menimbulkan implikasi negatif di tengah masyarakat. Seperti hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi hakim, masyarakat pesimistis terhadap penegakan hukum yang adil, serta hilangnya wibawa peradilan. Kemudian masyarakat menganggap penegakan hukum masih tebang pilih karena tidak ada istilah persamaan dalam hukum (equity before the law) dan anggapan bahwa semua masalah dapat diselesaikan dengan kata kompromi.

sumber : http://radarlampung.co.id/read/berita-utama/36291-polisi-bidik-hakim-suap

KY Dinilai Terlalu Banyak Omong

Komentar Komisioner Komisi Yudisial (KY) dalam kasus dugaan suap hakim di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang tampaknya membuat sejumlah hakim gerah. KY harusnya turun ke lapangan dan tidak hanya sekedar ngomong melalui media massa.
Demikian dikatakan Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Wakiyo SH saat menerima kedatangan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Lampung, BEM FH Unila dan BEM FH UBL di PT Lampung, siang kemarin.
Di tempat itu, Wakiyo menyayangkan sikap KY yang hanya berkomentar di media tanpa melakukan tindakan pencegahan.
”KY itu jangan cuma bisa ngomong saja (di media). Seperti halnya dengan mengatakan kalau ada 1.000 hakim di Indonesia ini nakal. Wah, menurut saya itu enggak bener. Padahal untuk menjaga prilaku hakim adalah tugas KY,” ujarnya.
Sementara itu, Juendi Leksa dari PBHI regional Lampung mengatakan kedatangannya ke Pengadilan Tinggi Lampung untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kasus yang menyeret Nursiah Sianipar SH yang diduga tersuap oleh keluarga terpidana dengan uang senilai Rp3,8 juta.
Pihaknya juga mempertanyakan kenapa Pengadilan Negeri Tanjungkarang dan Pengadilan Tinggi Lampung tidak segera melakukan langkah-langkah hukum terhadap Irmawati jika memang sesungguhnya Nursiah tidak menerima uang dari Irmawati.
"Kalau memang hakim Nursiah tidak terukti bersalah, seharusnya PN atau hakim yang bersangkutan mengadukan Irmawati ke kepolisian. Tapi kalau memang Nursiah bersalah, maka hakim itu juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya agar hal yang mencoreng lembaga peradilan itu tidak terulang kembali di masa yang akan datang,” tutur Juendi.
Menurutnya, dengan terkuaknya masalah ini maka berimplikasi negatif di masyarakat. Seperti hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi hakim, masyarakat pesimis dengan penegakkan hukum yang adil, hingga hilangnya wibawa peradilan.
Masyarakat juga masih menganggap bahwa penegakan hukum masih tebang pilih karena tidak ada istilah persamaan dalam hukum (equity befor the law). Selain itu, masyarakat juga meyakini bahwa semua masalah itu sesungguhnya dapat diselesaikan dengan kata kompromi alias duit.
Sebelumnya, Komisioner KY Taufiqurrahman menyebuktkan Hakim NS yang dituding menerima suap Rp3,8 juta dari keluarga terdakwa telah melangar kode etik. Karena itu, pihak pengadilan tinggi dapat menggelar sidang majelis kehormatan.
Selain itu, Taufiq juga menyayangkan pihak kepolisian yang tidak tanggap dalam masalah ini. Padahal, kata dia, suap itu merupakan delik pidana bukan aduan. ”Maka sebenanrnya polisi dapat langsung melakukan penyelidikan tanpa harus menunggu laporan,” jelasnya.
Terpisah, Direktur Reskrim Umum Polda Lampung AKBP Mahavira Zen belum bisa memastikan dugaan suap yang menyeret nama hakim NS bisa langsung diproses secara hukum. Alasannya, suap itu memerlukan alat bukti dan keterangan.
    “Ini bukan kapasitas saya menjawab ini. Pendapat orang bermacam-macam. Suap itu butuh penyelidikan. Nanti, kita lihat normatif kapasitas saya sebagai penyidik. Di bidang hukum saya profesional saja. Suap itu harus dibuktikan dulu. Banyak suap, jangan hanya omong-omong saja, tidak ada fakta. Tapi kalau ada informasi dan alat buktinya ada akan kita dalami,” kata Mahavira melalui pesan singkatnya.

TMP Desak PT Lampung Usut Hakim NS

Tim Monitoring Peradilan mendesak Pengadilan Tinggi Lampung mengambil sikap terkait kasus dugaan suap Hakim Pengadilan Negeri kelas IA Tanjungkarang berinisial NS.

"Kami tantang pengadilan tinggi apa sikapnya untuk menyelesaikan masalah ini, karena kalau dibiarkan bisa muncul hakim-hakim nakal lain. Kalau pun tidak terbukti, pengadilan tinggi harus bersikap," ujar Koordinator Tim Monitoring Peradilan Juendi Leksa Utama kepada wartawan seusai bertemu Ketua Pengadilan Tinggi Lampung Maulida, di Pengadilan Tinggi Lampung, Senin (20/6/2011).Tim Monitoring Peradilan juga  mendukung ketua pengadilan tingkat banding, dalam hal ini Ketua Pengadilan Tinggi Lampung, untuk melakukan upaya hukum dalam membersihkan lembaga peradilan dari praktik-praktik mafia peradilan.Tim Monitoring Peradilan terdiri dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Regional Lampung, BEM FH Unila dan BEM FH UBL. Diketahui sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri (PN) kelas IA Tanjungkarang berinisial NS  diduga menerima suap senilai Rp 3,8 juta dari Irmawati, orangtua terpidana Hengki, yang divonis 3 tahun 1 bulan penjara karena melanggar UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.Namun, beberapa waktu kemudian, Tim Klarifikasi PN yang diketuai Robert Simorangkir menyatakan Hakim NS tidak terbukti menerima suap. Irmawati pun mencabut gugatan terhadap hakim NS dan menerima vonis hakim terhadap anaknya.

Senin, 20 Juni 2011

PBHI Wilayah Lampung Tantang Pengadilan Tinggi Tanjung Karang

Pengadilan Tinggi Tanjung Karang
























Nomor               :  015  / B/ pbhi.lpg/ VI/ 2011
Perihal               : Pernyataan Sikap dan Dukungan

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Tinggi Lampung
Di Tempat


Dengan hormat,

Salam sejahtera kami sampaikan, harapan kami Bapak/ibu selalu berada dalam keadaan sehat selalu. Perkenankan kami dari Kantor Hukum Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Regional Lampung, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Unila, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, yang tergabung dalam Tim Monitoring Peradilan, yang beralamat di Jalan Letnan Jenderal Soeprapto No. 43 / 47 Bandar Lampung.

Dengan ini menyatakan, Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan conditio sine qua non atau persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum. Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat dan integritas Negara. Dan hakim sebagai aktor utama atau figure sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak. Oleh sebab itu, semua wewenang dan tugas yang dimiliki oleh hakim harus dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang seperti diatur dalam lafal sumpah seorang hakim, di mana setiap orang sama kedudukannya di depan hukum dan hakim.

Kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan harus diimplementasikan secara konkrit dan konsisten baik dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun di luar tugas yudisialnya, sebab hal itu berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum dan keadilan. Kehormatan adalah kemuliaan atau nama baik yang senantiasa harus dijaga dan dipertahankan dengan sebaik-baiknya oleh para hakim dalam menjalankan fungsi pengadilan. Kehormatan hakim itu terutama terlihat pada putusan yang dibuatnya, dan pertimbangan yang melandasi, atau keseluruhan proses pengambilan keputusan yang bukan saja berlandaskan peraturan perundang-undangan, tetapi juga rasa keadilan dan kearifan dalam masyarakat.

Sebagaimana halnya kehormatan, keluhuran martabat merupakan tingkat harkat kemanusiaan atau harga diri yang mulia yang sepatutnya tidak hanya dimiliki, tetapi harus dijaga dan dipertahankan oleh hakim melalui sikap tindak atau perilaku yang berbudi pekerti luhur. Hanya dengan sikap tindak atau perilaku yang berbudi pekerti luhur itulah kehormatan dan keluhuran martabat hakim dapat dijaga dan ditegakkan. Kehormatan dan keluhuran martabat berkaitan erat dengan etika perilaku. Etika adalah kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak mengenai benar dan salah yang dianut satu golongan atau masyarakat.

Perilaku dapat diartikan sebagai tanggapan atas reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) dan ucapan yang sesuai dengan apa yang dianggap pantas oleh kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Etika berperilaku adalah sikap dan perilaku yang didasarkan kepada kematangan jiwa yang diselaraskan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Implementasi terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim dapat menimbulkan kepercayaan, atau ketidak-percayaan masyarakat kepada putusan pengadilan. Oleh sebab itu, hakim dituntut untuk selalu berperilaku yang berbudi pekerti luhur. Hakim yang berbudi pekerti luhur dapat menunjukkan bahwa profesi hakim adalah suatu kemuliaan (officium nobile).

Berdasarkan laporan Mahkamah Agung tahun 2010, disebutkan bahwa 33 Hakim di seluruh Indonesia dihukum berat, 13 dihukum sedang, dan 64 dihukum ringan karena dianggap melakukan pelanggaran. Dan data yang diungkapkan Komisi Yudisial pada tanggal 11 Juni lalu, bahwa dalam empat bulan terakhir ini, KY telah menerima 1.414 laporan pelanggaran etika dan profesi Hakim. Dilihat dari data-data tersebut, jumlah hakim yang akan mendapatkan sanksi dimungkinkan akan terus bertambah.

Ditambah lagi dengan terungkapnya Nursiah Sianipar (NS), Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang yang diduga menerima suap sebesar Rp 3,8 Juta dari Irmawati, orang tua terpidana Hengki, yang telah divonis tiga tahun satu bulan penjara karena melanggar Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Hal inilah yang mendasari masyarakat Lampung memiliki pandangan negative terhadap para pekerja hukum, termasuk profesi Hakim. Untuk itu, Kami yang tergabung dalam Tim Monitoring Peradilan dari PBHI Lampung menyatakan dukungan kepada Ketua Pengadilan tingkat banding, dalam hal ini Ketua Pengadilan Tinggi Lampung untuk melakukan upaya hukum dalam membersihkan lembaga peradilan dari praktik-praktik mafia peradilan. Sesuai dengan pendelegasian pengawasan pelaksanaan kode etik dan perilaku hakim dari Mahkamah Agung RI.
Berdasarkan hasil temuan tim klarifikasi yang terdiri dari Ketua Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang Robert Simorangkir, dan dua hakim senior, yakni Jesden Purba, dan Andreas Suharto. Menurut Tim hakim klarifikasi ini, NS tidak terbukti menerima suap sebesar Rp 3,8 juta dari ibu terdakwa Hengki, Irmawati. (Sesuai dengan pernyataan Humas PN Kelas IA Tanjungkarang Itong Isnaeni Hidayat yang dipublis oleh media masa).

Menurut Humas PN Kelas IA Tanjungkarang, Irmawati juga telah mencabut ucapannya terhadap Hakim NS. Sesuai dengan apa yang pernah disampaikannya pada media masa. Dan dalam pemberitaan media masa juga disebutkan, bahwa Irmawati juga telah berdamai dengan Hakim NS, dan pihak PN Kelas IA Tanjungkarang juga tidak akan mengambil langkah hukum untuk memperbaiki nama baik korps pengadil tersebut.

Sikap yang diambil pihak PN sangat membingungkan masyarakat, karena bila hakim NS tidak terbukti bersalah seharusnya, pihak PN atau NS harus mengadukan Irmawati ke pihak Kepolisian untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena telah mencoreng lembaga peradilan. Bila, NS terbukti bersalah, maka NS harus mempertanggungjawabkan perbuatannya agar hal serupa tidak terjadi di kemudian hari.

Hakim merupakan benteng terakhir untuk mencari keadilan yang berkepastian hukum. Untuk itu, lembaga pengadil ini harus segera berupaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada para aparatur penegak hukum. Terbukti atau tidaknya Hakim NS menerima suap harus terlebih dahulu dibuktikan dalam persidangan yang melahirkan putusan hakim tetap, bukannya selesai dengan cara perdamaian. Karena adanya perdamaian merupakan sinyalemen adanya praktik mafia peradilan.

Berbagai dampak yang terjadi akibat terkuaknya permasalahan ini, yang mesti diketahui oleh Mahkamah Agung RI Cq Pengadilan Tinggi Lampung Cq Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, yang telah ramai menjadi perbincangan masyarakat, yaitu :
  1. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap Profesi Hakim dan profesi pekerja hukum lainnya.
  2. Masyarakat mengeneralisir, bahwa semua Hakim “nakal”.
  3. Masyarakat mengeneralisir, bahwa semua pekerja hukum berprilaku korup
  4. Penegakan hukum di Indonesia tidak bisa diharapkan akan melahirkan keadilan
  5. Sikap pesimistis terhadap penegakan hukum yang adil.
  6. Melemahkan harapan anak bangsa yang bercita-cita untuk bekerja di profesi Hakim dan profesi pekerja hukum lainnya.
  7. Meremehkan profesi Hakim dan profesi pekerja hukum lainnya.
  8. Mahkamah Agung RI Cq Pengadilan Tinggi Lampung Cq Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang terkesan menutup-nutupi kesalahan Hakim korup
  9. Masyarakat mengeneralisir, bahwa para pekerja hukum sudah biasa melakukan praktik KKN.
  10. Akan muncul permasalahan yang serupa di masadepan, karena pekerja hukum lainnya beranggapan, bahwa masalah seperti ini bisa diselesaikan dengan hanya cara damai.
  11. Masyarakat mengeneralisir, bahwa semua pekerja hukum tidak bekerja secara profesional, tidak memiliki integritas, dan tidak jujur dalam menjalankan tugas mulianya.
  12. Akan lahir kembali Irmawati-Irmawati berikutnya, yang berani mengatakan adanya suap yang diterima Hakim atau pekerja hukum lainnya, ketika kepentingannya tidak terakomodir.
  13. Hilangnya wibawa lembaga peradilan.
  14. Aparatur penegak hukum masih tebang pilih, karena tidak ada istilah persamaan dalam hukum.
  15. Semua masalah serupa bisa diselesaikan dengan cara kompromi.

Untuk dapat menghilangkan persepsi negative masyarakat tersebut, kami berharap Ketua Mahkamah Agung RI Cq Ketua Pengadilan Tinggi Lampung Cq Hakim Tinggi Pengawas agar dapat dengan cepat mengambil langkah hukum yang diperlukan terhadap permasalahan ini. Hal ini penting untuk menjawab kebingungan masyarakat yang bermuara terhadap ketidakpercayaan kepada lembaga peradilan di Indonesia.

Atas perhatiannya diucapkan terimakasih


Hormat Kami,
Bandar Lampung, 18 Juni 2011
Tim Monitoring Peradilan



           Erly Suseno                                                  Reisha Malida Syamsir
Presiden BEM FH UBL                          Wakil Gubernur BEM FH Unila

           

Juendi Leksa Utama, SH
Koordinator Tim Monitoring Peradilan





Tembusan:
  1. Ketua Mahkamah Agung RI
  2. Ketua Komisi Yudisial RI
  3. Ketua Komisi III DPR RI
  4. Ketua DPRD Lampung
  5. Ketua PN Kelas IA Tanjungkarang
  6. Media Massa
  7. Arsip

Jumat, 10 Juni 2011

Beberapa Tautan Berita PBHI Wilayah Lampung

Tentang Agama
Tentang Buruh
Suap oleh Penyelenggara Negara

PBHI Advokasi Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa


BANDARLAMPUNG-Pentingnya kesadaran penggunaan kewenangan aparat penegak hukum untuk tidak menyalahgunakannya dapat menghilangkan rasa ketakutan dan kekhawatiran masyarakat, bila berhadapan dengan aparat penegak hukum. Hal inilah yang mendasari Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Indonesia PBHI menyusun program Monitoring dan Advokasi Hak-hak Tersangka dan Terdakwa.

Kepala Divisi Advokasi PBHI wilayah Lampung Juendi Leksa Utama SH melalui siaran persnya kepada Rakyat Lampung mengatakan, pengawasan dan advokasi akan dikonsentrasikan kepada warga negara yang tersangkut masalah hukum pidana. PBHI akan selalu memonitor kinerja aparatur negara, mulai dari tingkat institusi kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Aturan yang menjadi landasan adalah instrumen hukum nasional hingga hukum internasional yang berlaku di Indonesia.
“Banyak kasus yang terjadi, diantaranya peristiwa salah tangkap, penahanan tanpa surat, penggeledahan tanpa izin dari pengadilan, bila aparatur negara salah menerapkan hukum, maka PBHI akan menempuh jalur hukum melalui praperadilan,” tutur Juendi.
    Monitoring dan advokasi akan dilakukan mulai dari penangkapan, penahanan, penggeledahan badan, pemasukan rumah, pemeriksaan surat, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan sampai dengan pelaksanaan putusan pengadilan.
    “Yang dibela bukan kejahatannya, tetapi hak konstitusi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerapannya disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, dan penegakan hukum yang berlandaskan asas praduga tak bersalah,” sebutnya.
    Program ini melibatkan, beberapa lembaga PBHI yang tersebar di berbagai daerah, di antaranya PBHI wilayah Sumatera Barat, PBHI wilayah Sulawesi Selatan, PBHI wilayah Sumatera Utara, PBHI wilayah Lampung, PBHI wilayah Jawa Barat, PBHI wilayah Jakarta, PBHI wilayah Yogyakarta, PBHI wilayah Bali, dan PBHI wilayah Kalimantan Barat.
    “Semua kegiatan monitoring dan advokasi secara berkala akan dilaporkan kepada Badan Pengurus Nasional PBHI untuk dapat ditindaklanjuti secara nasional,” terangnya.

PBHI Berikan Bantuan Hukum Gratis

Ketua PBHI wilayah Lampung Faisal SH mengutarakan bahwa bagian pengaduan dan konsultasi hukum, khusus  untuk menerima pengaduan rakyat yang berkonflik dengan hukum.BANDARLAMPUNG – Kabar gembira bagi masyarakat Lampung. Pasalnya, sebuah lembaga advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) wilayah Lampung membuka bagian pengaduan, dan konsultasi hukum untuk masyarakat Lampung. Bantuan hukum PBHI wilayah Lampung akan diberikan secara cuma-cuma bagi masyarakat miskin, buta hukum dan tertindas.
“Dibentuknya bagian pengaduan agar penanganan masalah yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara dapat lebih fokus segera di selesaikan,” katanya.
Menurutnya, selama ini pengaduan langsung diterima oleh Divisi Sipil dan Politik atau Divisi Ekonomi Sosial dan Budaya. Sesuai dengan dimensi pelanggaran Hak Asasi Manusia yang masuk dalam ranah hak Ekosob atau hak Sipol.
    Faisal menyebutkan, untuk periode Januari hingga Mei 2011, PBHI wilayah Lampung telah menerima pengaduan masyarakat sebanyak 30 kasus hukum. Semuanya, terbagi dari masalah hukum perburuhan, hukum kesehatan, kekerasan dalam rumah tangga, dan kaum minoritas transgender serta diskriminasi hak-hak tersangka dan terdakwa.
    Dari inventarisir masalah yang ada di daerah kabupaten dan kota di Provinsi Lampung. PBHI wilayah Lampung menilai, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui hak-hak konstitusinya. Masyarakat beranggapan bila ada pelanggaran, itu merupakan hal yang sudah biasa.
    “PBHI menjadwalkan pembukaan bagian pengaduan dan konsultasi hukum masyarakat mulai awal Juni 2011 ini. Masyarakat dapat datang langsung ke kantor kami  Jalan Letnan Jendral Soeprapto No. 43/47, Bandarlampung 35116. konsultasi dibuka dari hari Senin-Kamis pukul 10.00 wib-15.00 wib. Untuk hari Jumat rapat internal,” terang Faisal.

Mengenai Saya

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia - PBHI Wilayah Lampung (Indonesian Legal Aid and Human Rights Association Lampung’s Region) adalah sebuah organisasi nirlaba yang berbasis anggota dan yang didedikasikan untuk meningkatkan dan membela hak asasi manusia tanpa pembedaan apapun ras, etnis, bahasa, agama, warna kulit, jenis kelamin dan orientasi seksual, status sosial dan kelas, profesi, atau bahkan orientasi politik dan ideologi. PBHI didirikan di Jakarta pada November 1996 melalui kongres yang melibatkan 54 anggota pendiri dari berbagai latar belakang dan profesi yang memiliki minat dalam hak asasi manusia bagi semua. PBHI terdaftar sebagai organisasi massa, yang berbasis di Jakarta dan sudah memiliki lebih dari 1000 anggota yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jogjakarta, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Dan untuk PBHI Wilayah Lampung sendiri didirikan di Bandar Lampung, pada bulan September 2006. Saat ini PBHI Wilayah Lampung dipimpin oleh Ridho Feriza, untuk Masa Bhakti 2014-2017 (CP 081369161609)