Rabu, 07 Januari 2015

RSUDAM Terancam Pasal Fitnah


RSUDAM Terancam Pasal Fitnah
Radar Lampung Online   Rabu, 7 Januari 2015

Sebut Pasien Miskin Terusir Sakit Jiwa
Bandarlampung - Pernyataan pihak Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) yang menyebut Winda Sari (25) sakit jiwa bakal menjadi bumerang. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) wilayah Lampung menyatakan, tak bisa begitu saja menyebut seseorang gila tanpa bukti.

’’Pernyataan sakit jiwa mesti disertai keterangan dari dokter jiwa atau lembaga yang berkompeten dalam pemeriksaan kejiwaan,” ujar Staf Advokasi Bidang Ekosob PBHI Lampung Oddy Marsa kemarin.

Tanpa bukti-bukti yang kuat, statement yang dilontarkan Direktur Utama RSUDAM Hery Djoko Subandriyo itu sama dengan mengada-ada dan dapat dijerat pasal 311 KUHP lantaran memfitnah. ’’Ancaman hukumannya empat tahun penjara,” ingatnya.

Untuk itu, pihaknya akan menginvestigasi dan melakukan advokasi terhadap kasus pengusiran pasien miskin tersebut. ’’Kepolisian seharusnya juga turun karena ini bukan delik aduan,” sentilnya.

Upaya mencari fakta akan dilakukan mulai dari korban, keluarga pasien, oknum perawat yang mengusir, dokter jaga, kepala ruangan, dan pimpinan RSUDAM. ’’Sehingga, masalah sama tidak terulang,” tandasnya.

Ditemui terpisah, Dirut RSUDAM Hery Djoko tetap pada pernyataannya bahwa Winda sakit jiwa. Hal ini, menurut dia, sesuai rekam medik yang katanya tertinggal di kantornya. 

Namun, ia buru-buru meralat pernyataannya ketika diminta menunjukkan rekam medik dimaksud. ’’Kalau dibilang sakit jiwa, bukan seperti itu ya. Ini cuma sebetulnya nervous, stres. Anda juga pasti pernah merasakannya,” kilah dia.

Mengenai belatung di luka Winda yang dilihat oleh Radar Lampung, Hery kukuh kondisi perempuan satu anak itu sudah sembuh ketika keluar dari RSUDAM. ’’Bukan belatung itu, tetapi bedak tabur,” ujarnya.

Kejadian ini pun menarik perhatian Ombudsman RI perwakilan Lampung. Asisten Ombudsman Dodik Hermanto kemarin mendatangi RSUDAM dan Winda di Klinik Mitra Anda. 

Dari pengamatannya, luka Winda belum sembuh dan perlu perawatan medis. ’’Dia (Winda, Red) juga menyatakan tidak mau dirawat di RSUDAM karena merasa tidak dilayani dengan baik,” terangnya.
Namun, ia belum dapat memastikan rekomendasi untuk rumah sakit pelat merah tersebut. Hal ini masih akan didiskusikan dengan anggota Ombudsman lainnya.

DPRD Panggil Dirut
Kalangan legislator di Komisi V DPRD Lampung kemarin menepati janjinya untuk memanggil pihak RSUDAM. Hery yang hadir langsung menjadi bulan-bulanan.

Sekretaris Komisi V Ely Wahyuni menyatakan kekecewaannya atas penelantaran Winda. ’’Kalau sudah salah, ya akui saja. Jangan berkilah. Minta maaf dan segera lakukan pembenahan. Ini kok malah menyatakan pasien memiliki gangguan jiwa. Jelas memicu emosi masyarakat,” kritiknya. 

Anggota Komisi V Ahmad Mufti Salim mengungkapkan hal sama. Ia meminta RSUDAM meningkatkan kinerja dan koordinasi lintas satuan kerja. Harusnya untuk memastikan Winda sakit jiwa sebagaimana pernyataan Dirut RSUDAM, ada kerja sama dengan pihak Rumah Sakit Jiwa. Sementara, untuk biaya perawatannya ada rujukan dari Dinas Sosial.

Ketua DPRD Lampung Dedi Afrizal menutup pertemuan dengan meminta pihak RSUDAM menjaga agar peristiwa serupa tidak terulang. ’’Di luar negeri saja saya baca seseorang rela mengeluarkan uang puluhan juta demi mengobati ikan peliharaannya. Kita harus mencontoh. Apalagi ini masalah nyawa manusia. Lebih pekalah,” tandasnya.

Menanggapi kecaman itu, Hery berjanji membenahi pelayanan RSUDAM. ’’Kalau masih ada yang belum puas, ya itu ada. Tetapi kan tidak banyak,” ungkapnya. Pembenahan, menurut dia, akan dilakukan menyeluruh mulai dokter, perawat, sampai manajemen. 

Dia membeberkan, sebenarnya terdapat anggaran Rp450 juta untuk perawatan tunawisma atau gelandangan sebagaimana Winda. Biaya itu meliputi perawatan, ambulans, dan pemakaman. ’’Namun, mesti ada persetujuan dari Dinas Sosial,” tukasnya.

Sayang, Kepala Dinas Sosial Satria Alam belum dapat dikonfirmasi. Ketika Radar Lampung mendatangi kantornya, dia tak ada di tempat. Sementara nomor teleponnya pun terus dalam kondisi tidak aktif. 

Seperti diketahui, Winda diduga diusir oleh salah seorang perawat di ruangan Anyelir. Karena tak mampu dan sehari-hari hidup memulung, ia sampai diangkut dengan gerobak sampah sewaktu keluar dari RSUDAM. (abd/why/gie/p6/c1/ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia - PBHI Wilayah Lampung (Indonesian Legal Aid and Human Rights Association Lampung’s Region) adalah sebuah organisasi nirlaba yang berbasis anggota dan yang didedikasikan untuk meningkatkan dan membela hak asasi manusia tanpa pembedaan apapun ras, etnis, bahasa, agama, warna kulit, jenis kelamin dan orientasi seksual, status sosial dan kelas, profesi, atau bahkan orientasi politik dan ideologi. PBHI didirikan di Jakarta pada November 1996 melalui kongres yang melibatkan 54 anggota pendiri dari berbagai latar belakang dan profesi yang memiliki minat dalam hak asasi manusia bagi semua. PBHI terdaftar sebagai organisasi massa, yang berbasis di Jakarta dan sudah memiliki lebih dari 1000 anggota yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jogjakarta, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Dan untuk PBHI Wilayah Lampung sendiri didirikan di Bandar Lampung, pada bulan September 2006. Saat ini PBHI Wilayah Lampung dipimpin oleh Ridho Feriza, untuk Masa Bhakti 2014-2017 (CP 081369161609)