Senin, 20 Juni 2011

PBHI Wilayah Lampung Tantang Pengadilan Tinggi Tanjung Karang

Pengadilan Tinggi Tanjung Karang
























Nomor               :  015  / B/ pbhi.lpg/ VI/ 2011
Perihal               : Pernyataan Sikap dan Dukungan

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Tinggi Lampung
Di Tempat


Dengan hormat,

Salam sejahtera kami sampaikan, harapan kami Bapak/ibu selalu berada dalam keadaan sehat selalu. Perkenankan kami dari Kantor Hukum Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Regional Lampung, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Unila, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, yang tergabung dalam Tim Monitoring Peradilan, yang beralamat di Jalan Letnan Jenderal Soeprapto No. 43 / 47 Bandar Lampung.

Dengan ini menyatakan, Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan conditio sine qua non atau persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum. Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat dan integritas Negara. Dan hakim sebagai aktor utama atau figure sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak. Oleh sebab itu, semua wewenang dan tugas yang dimiliki oleh hakim harus dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang seperti diatur dalam lafal sumpah seorang hakim, di mana setiap orang sama kedudukannya di depan hukum dan hakim.

Kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan harus diimplementasikan secara konkrit dan konsisten baik dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun di luar tugas yudisialnya, sebab hal itu berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum dan keadilan. Kehormatan adalah kemuliaan atau nama baik yang senantiasa harus dijaga dan dipertahankan dengan sebaik-baiknya oleh para hakim dalam menjalankan fungsi pengadilan. Kehormatan hakim itu terutama terlihat pada putusan yang dibuatnya, dan pertimbangan yang melandasi, atau keseluruhan proses pengambilan keputusan yang bukan saja berlandaskan peraturan perundang-undangan, tetapi juga rasa keadilan dan kearifan dalam masyarakat.

Sebagaimana halnya kehormatan, keluhuran martabat merupakan tingkat harkat kemanusiaan atau harga diri yang mulia yang sepatutnya tidak hanya dimiliki, tetapi harus dijaga dan dipertahankan oleh hakim melalui sikap tindak atau perilaku yang berbudi pekerti luhur. Hanya dengan sikap tindak atau perilaku yang berbudi pekerti luhur itulah kehormatan dan keluhuran martabat hakim dapat dijaga dan ditegakkan. Kehormatan dan keluhuran martabat berkaitan erat dengan etika perilaku. Etika adalah kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak mengenai benar dan salah yang dianut satu golongan atau masyarakat.

Perilaku dapat diartikan sebagai tanggapan atas reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) dan ucapan yang sesuai dengan apa yang dianggap pantas oleh kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Etika berperilaku adalah sikap dan perilaku yang didasarkan kepada kematangan jiwa yang diselaraskan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Implementasi terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim dapat menimbulkan kepercayaan, atau ketidak-percayaan masyarakat kepada putusan pengadilan. Oleh sebab itu, hakim dituntut untuk selalu berperilaku yang berbudi pekerti luhur. Hakim yang berbudi pekerti luhur dapat menunjukkan bahwa profesi hakim adalah suatu kemuliaan (officium nobile).

Berdasarkan laporan Mahkamah Agung tahun 2010, disebutkan bahwa 33 Hakim di seluruh Indonesia dihukum berat, 13 dihukum sedang, dan 64 dihukum ringan karena dianggap melakukan pelanggaran. Dan data yang diungkapkan Komisi Yudisial pada tanggal 11 Juni lalu, bahwa dalam empat bulan terakhir ini, KY telah menerima 1.414 laporan pelanggaran etika dan profesi Hakim. Dilihat dari data-data tersebut, jumlah hakim yang akan mendapatkan sanksi dimungkinkan akan terus bertambah.

Ditambah lagi dengan terungkapnya Nursiah Sianipar (NS), Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang yang diduga menerima suap sebesar Rp 3,8 Juta dari Irmawati, orang tua terpidana Hengki, yang telah divonis tiga tahun satu bulan penjara karena melanggar Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Hal inilah yang mendasari masyarakat Lampung memiliki pandangan negative terhadap para pekerja hukum, termasuk profesi Hakim. Untuk itu, Kami yang tergabung dalam Tim Monitoring Peradilan dari PBHI Lampung menyatakan dukungan kepada Ketua Pengadilan tingkat banding, dalam hal ini Ketua Pengadilan Tinggi Lampung untuk melakukan upaya hukum dalam membersihkan lembaga peradilan dari praktik-praktik mafia peradilan. Sesuai dengan pendelegasian pengawasan pelaksanaan kode etik dan perilaku hakim dari Mahkamah Agung RI.
Berdasarkan hasil temuan tim klarifikasi yang terdiri dari Ketua Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang Robert Simorangkir, dan dua hakim senior, yakni Jesden Purba, dan Andreas Suharto. Menurut Tim hakim klarifikasi ini, NS tidak terbukti menerima suap sebesar Rp 3,8 juta dari ibu terdakwa Hengki, Irmawati. (Sesuai dengan pernyataan Humas PN Kelas IA Tanjungkarang Itong Isnaeni Hidayat yang dipublis oleh media masa).

Menurut Humas PN Kelas IA Tanjungkarang, Irmawati juga telah mencabut ucapannya terhadap Hakim NS. Sesuai dengan apa yang pernah disampaikannya pada media masa. Dan dalam pemberitaan media masa juga disebutkan, bahwa Irmawati juga telah berdamai dengan Hakim NS, dan pihak PN Kelas IA Tanjungkarang juga tidak akan mengambil langkah hukum untuk memperbaiki nama baik korps pengadil tersebut.

Sikap yang diambil pihak PN sangat membingungkan masyarakat, karena bila hakim NS tidak terbukti bersalah seharusnya, pihak PN atau NS harus mengadukan Irmawati ke pihak Kepolisian untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena telah mencoreng lembaga peradilan. Bila, NS terbukti bersalah, maka NS harus mempertanggungjawabkan perbuatannya agar hal serupa tidak terjadi di kemudian hari.

Hakim merupakan benteng terakhir untuk mencari keadilan yang berkepastian hukum. Untuk itu, lembaga pengadil ini harus segera berupaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada para aparatur penegak hukum. Terbukti atau tidaknya Hakim NS menerima suap harus terlebih dahulu dibuktikan dalam persidangan yang melahirkan putusan hakim tetap, bukannya selesai dengan cara perdamaian. Karena adanya perdamaian merupakan sinyalemen adanya praktik mafia peradilan.

Berbagai dampak yang terjadi akibat terkuaknya permasalahan ini, yang mesti diketahui oleh Mahkamah Agung RI Cq Pengadilan Tinggi Lampung Cq Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, yang telah ramai menjadi perbincangan masyarakat, yaitu :
  1. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap Profesi Hakim dan profesi pekerja hukum lainnya.
  2. Masyarakat mengeneralisir, bahwa semua Hakim “nakal”.
  3. Masyarakat mengeneralisir, bahwa semua pekerja hukum berprilaku korup
  4. Penegakan hukum di Indonesia tidak bisa diharapkan akan melahirkan keadilan
  5. Sikap pesimistis terhadap penegakan hukum yang adil.
  6. Melemahkan harapan anak bangsa yang bercita-cita untuk bekerja di profesi Hakim dan profesi pekerja hukum lainnya.
  7. Meremehkan profesi Hakim dan profesi pekerja hukum lainnya.
  8. Mahkamah Agung RI Cq Pengadilan Tinggi Lampung Cq Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang terkesan menutup-nutupi kesalahan Hakim korup
  9. Masyarakat mengeneralisir, bahwa para pekerja hukum sudah biasa melakukan praktik KKN.
  10. Akan muncul permasalahan yang serupa di masadepan, karena pekerja hukum lainnya beranggapan, bahwa masalah seperti ini bisa diselesaikan dengan hanya cara damai.
  11. Masyarakat mengeneralisir, bahwa semua pekerja hukum tidak bekerja secara profesional, tidak memiliki integritas, dan tidak jujur dalam menjalankan tugas mulianya.
  12. Akan lahir kembali Irmawati-Irmawati berikutnya, yang berani mengatakan adanya suap yang diterima Hakim atau pekerja hukum lainnya, ketika kepentingannya tidak terakomodir.
  13. Hilangnya wibawa lembaga peradilan.
  14. Aparatur penegak hukum masih tebang pilih, karena tidak ada istilah persamaan dalam hukum.
  15. Semua masalah serupa bisa diselesaikan dengan cara kompromi.

Untuk dapat menghilangkan persepsi negative masyarakat tersebut, kami berharap Ketua Mahkamah Agung RI Cq Ketua Pengadilan Tinggi Lampung Cq Hakim Tinggi Pengawas agar dapat dengan cepat mengambil langkah hukum yang diperlukan terhadap permasalahan ini. Hal ini penting untuk menjawab kebingungan masyarakat yang bermuara terhadap ketidakpercayaan kepada lembaga peradilan di Indonesia.

Atas perhatiannya diucapkan terimakasih


Hormat Kami,
Bandar Lampung, 18 Juni 2011
Tim Monitoring Peradilan



           Erly Suseno                                                  Reisha Malida Syamsir
Presiden BEM FH UBL                          Wakil Gubernur BEM FH Unila

           

Juendi Leksa Utama, SH
Koordinator Tim Monitoring Peradilan





Tembusan:
  1. Ketua Mahkamah Agung RI
  2. Ketua Komisi Yudisial RI
  3. Ketua Komisi III DPR RI
  4. Ketua DPRD Lampung
  5. Ketua PN Kelas IA Tanjungkarang
  6. Media Massa
  7. Arsip



Kontak Person:
0812.721.8823 (Wen)
0856.6967.7841 (Reisa)
0813.7932.0399 (Erly)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia - PBHI Wilayah Lampung (Indonesian Legal Aid and Human Rights Association Lampung’s Region) adalah sebuah organisasi nirlaba yang berbasis anggota dan yang didedikasikan untuk meningkatkan dan membela hak asasi manusia tanpa pembedaan apapun ras, etnis, bahasa, agama, warna kulit, jenis kelamin dan orientasi seksual, status sosial dan kelas, profesi, atau bahkan orientasi politik dan ideologi. PBHI didirikan di Jakarta pada November 1996 melalui kongres yang melibatkan 54 anggota pendiri dari berbagai latar belakang dan profesi yang memiliki minat dalam hak asasi manusia bagi semua. PBHI terdaftar sebagai organisasi massa, yang berbasis di Jakarta dan sudah memiliki lebih dari 1000 anggota yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jogjakarta, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Dan untuk PBHI Wilayah Lampung sendiri didirikan di Bandar Lampung, pada bulan September 2006. Saat ini PBHI Wilayah Lampung dipimpin oleh Ridho Feriza, untuk Masa Bhakti 2014-2017 (CP 081369161609)