PBHI: Pengusiran Pasien RSUDAM,
Bukti Petugas seperti Robot
Senin,
5 Januari 2015 19:04 WIB
TRIBUN LAMPUNG/BENY YULIANTO
Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSUAM)
dijaga ketat polisi
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG
- RSUDAM jangan diskriminatif
terhadap pasien tidak mampu. Pengusiran pasien menggambarkan, bahwa petugas
RSUDAM seperti robot atau mesin, dan tidak layak disebut manusia yang
memiliki harkat dan martabat sebagai manusia.
Staf Advokasi Bidang Ekosob PBHI
Lampung Oddy Marsa JP, SH beranggapan Petugas Rumah Sakit itu memiliki dua
kewajiban, pertama kewajiban asasi sesama manusia dan kedua kewajiban selaku
pelaksana tanggung jawab negara.
"Semua kewajiban itu dilanggar,
dan yang paling menyedihkan mereka tidak layak disebut manusia. Mereka itu
layaknya disebut robot," katany, lewat rilis yang diterima Tribun
Lampung.co.id.
Dia menjelaskan, bahwa sesama
manusia itu harus saling menghormati dan tidak boleh membedakan status sosial
seseorang dengan memilah apakah dia dari kalangan kaya ataupun miskin. Dan
kewajiban negara yaitu dengan cara menghormati, melindungi dan memastikan
pemenuhan hak warga negara dalam hal ini hak kesehatan.
Hal itu, menurutnya merupakan
prinsip-prinsip hak asasi manusia yang telah diatur dalam dasar negara
Pancasila, UUD 1945, UU Hak Asasi Manusia, Ratifikasi Kovenan Internasional Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Kesehatan adalah aspek penting dari
hak asasi manusia, sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 November 1948, yang menyebutkan
bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya.
Negara sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 28 H ayat (1)
menyatakan, "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan".
Penjelasan itu mengandung makna
bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi dan menjamin Hak-Hak Warga
Negaranya terpenuhi sesuai dengan apa yang telah diamanatkan, sehingga
tidak ada lagi penelantaran-penelantaran terhadap hak-hak warga Negara.
Pemerintah dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya untuk menjamin terlaksananya amanat Undang-undang tersebut,
membentuk Lembaga Tekhnis (Rumah Sakit) sebagai institusi pelaksana pelayanan
kesehatan yang memiliki hak dan kewajiban melakukan pelayanan kesehatan
terhadap warga negara. Hak dan kewajiban tersebut berkaitan erat dengan Warga
Negara (Pasien) sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit sebagai pelayanan
kesehatan secara teknis berkewajiban untuk bertanggung jawab terhadap pasien,
sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit,
yang berisi tentang kewajiban Rumah Sakit memberikan pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit dan menyediakan
sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu
Selain itu, Konvensi International
tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang ditetapkan PBB pada tahun 1966
juga mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat
dicapai dalam kesehatan fisik dan mentalnya.
Dengan adanya penelantaran dan
pengusiran pasien RSUD Abdul Muluk, atas nama Winda Sari yang disinyalir
karena tidak memiliki biaya dan identitas, tidak mendapatkan pelayanan
kesehatan. merujuk kepada Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia1945.
"Nah Hak Asasi Manusia itu ada
standar hukumnya, jika tidak sanggup melayani rakyat. Ya berhenti saja jadi
PNS," tegasnya.
Dia juga menjelaskan, Warga Negara
juga memiliki kewajiban asasi terhadap warga negara lainnya dengan cara
membayar pajak kepada negara, tetapi kewajiban itu semata-mata untuk memenuhi
hak asasi warga negara bukan kepada negara.
"Bila cara pelayanan negara
kepada warga negara masih seperti ini, kami khawatir wajib pajak akan malas
untuk bayar pajak. Mereka akan berpikir, bayar pajak akan menjadi sia-sia. Ini
dapat mengakibatkan, ketidakpatuhan sipil kepada negara," terangnya.
Berdasarkan pengamatannya melalui
media, Oddy menyayangkan pernyataan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Moeloek (RSUDAM) Heri Djoko Subandrio yang menyebut Winda Sari (25),
pasien miskin yang diduga diusir perawat ruang Anyelir, menderita gangguan
jiwa, tetapi belum dikonsultasikan ke dokter jiwa.
"Nah itu kan ngawur namanya,
tanpa diagnosa seorang pimpinan rumah sakit berani mengeluarkan pernyataan
tanpa dasar pemeriksaan. Gimana tidak banyak malpraktik, sekelas DIRUT aja bisa
asal ngomong kondisi pasien," ungkap Pengacara Publik ini.
Menurutnya, pihak rumah sakit harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya maupun pernyataan yang telah secara resmi
dikeluarkan sebelum dan pada saat jumpa pers dengan awak media di RSUDAM
Lampung, Bandar Lampung, Senin, 5 Januari 2015.
Untuk itu, kami mendesak pemerintah
Indonesia atau Pemerintah Daerah Lampung untuk segera menyelamatkan nyawa Winda
Sari (25), pasien miskin korban tanpa perlakuan diskriminasi. Selain itu, juga
melakukan evaluasi mendasar berkaitan dengan pelayanan rumah sakit yang
berbasis pada pemenuhan Hak Asasi Manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar