’’Polisi melakukan apa yang dilakukannya. Nanti kita lihat secara normatif. Mengenai adanya penilaian bahwa polisi lambat dalam menyikapi informasi suap itu, sah-sah saja, karena pendapat orang itu bermacam-macam. Dan untuk menanggapinya bukan kapasitas saya,’’ ujar Dirreskrimum Polda Lampung AKBP Mahavira Zen kemarin .
Mantan Kapolres Payakumbuh ini menjelaskan, dalam dugaan kasus suap tersebut, kapasitas dirinya adalah sebagai penyidik dan akan bertindak seprofesional mungkin dalam penegakan hukum. ’’Nah terkait isu suap harus dibuktikan dahulu. Banyak proses suap itu. Hanya kita dengar ceritanya ada, sementara sulit untuk dibuktikan. Padahal proses hukum itu adalah fakta, bukan sekadar omongan,’’ tandasnya.
Diketahui, Komisi Yudisial (KY) menyesalkan respons korps Bhayangkara yang tidak bereaksi dalam perkara dugaan suap ini. Seharusnya, kepolisian jemput bola. Sebab, kasus ini masuk kategori delik pidana, bukan aduan. Jika hakim tersuap, maka polisi dapat langsung melakukan penyelidikan tanpa harus menunggu laporan.
’’Ini bukan delik aduan lo, bukan seperti perkara pencemaran nama baik. Tetapi yang terjadi, ini adalah dugaan korupsi suap yang dilakukan oknum hakim,’’ ujar Komisioner KY Taufiqurrahman, S.H. Sabtu (19/6).
PT Tantang KY
Wakil Panitera pada Pengadilan Tinggi (PT) Tanjungkarang Wakiyo, S.H. ’’menantang’’ KY untuk turun tangan terkait sejumlah perkara hakim yang diindikasikan nakal.
’’Kalau memang ketahuan ada laporan hakim yang nakal, maka seharusnya KY melakukan pemanggilan, kemudian ditindak dan pecat jika terbukti,’’ tutur Wakiyo saat menerima perwakilan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Lampung, BEM Fakultas Hukum Unila, dan BEM FH UBL di PT kemarin siang (20/6).
Ia pun menyayangkan sikap Komisi Yudisial, yang dianggapnya hanya bisa berkoar-koar di berbagai media tanpa adanya upaya pencegahan yang dilakukan guna menjaga nama baik para hakim. ’’KY itu jangan cuma bisa ngomong saja di media. Seperti halnya dengan mengatakan kalau ada 1.000 hakim di Indonesia ini nakal. Wah itu nggak bener menurut saya. Padahal untuk menjaga perilaku hakim adalah tugas KY,’’ ujarnya.
Sementara itu, Juendi Leksa dari PBHI regional Lampung mengatakan, kedatangannya ke PT untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kasus yang menyeret Nursiah Sianiar, yang diduga menerima suap dari keluarga terpidana senilai Rp3,8 juta. Pihaknya juga mempertanyakan kenapa PN dan PT Tanjungkarang tidak melakukan langkah-langkah hukum jika memang sesungguhnya Nursiah tidak menerima uang dari Irmawati, ibu Hengki, terdakwa perkara pencabulan yang divonis 3 tahun 1 bulan.
’’Kalau memang hakim Nursiah tidak terbukti bersalah, seharusnya PN atau hakim yang bersangkutan mengadukan Irmawati ke kepolisian. Tetapi kalau memang Nursiah bersalah, maka hakim itu juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya agar hal yang mencoreng lembaga peradilan itu tidak terulang di masa yang akan datang,’’ pungkas Juendi.
Menurutnya, dengan terkuaknya masalah ini maka menimbulkan implikasi negatif di tengah masyarakat. Seperti hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi hakim, masyarakat pesimistis terhadap penegakan hukum yang adil, serta hilangnya wibawa peradilan. Kemudian masyarakat menganggap penegakan hukum masih tebang pilih karena tidak ada istilah persamaan dalam hukum (equity before the law) dan anggapan bahwa semua masalah dapat diselesaikan dengan kata kompromi.
sumber : http://radarlampung.co.id/read/berita-utama/36291-polisi-bidik-hakim-suap
sumber : http://radarlampung.co.id/read/berita-utama/36291-polisi-bidik-hakim-suap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar